Tanam 1.600 Bibit untuk Rehabilitasi Hutan



KUDUS, Joglo Jateng – Perbukitan Tapakan, Desa Menawan, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus merupakan salah satu titik yang menjadi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada akhir 2023 lalu. Lahan seluas 25 hektare itu kini dihijaukan kembali melalui 1.600 bibit tanaman oleh Karang Taruna Wira Bhakti dan beberapa pihak.

Diantaranya ada Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), Pegiat Konservasi Alam (Peka), Perkumpulan Masarakat Pelindung Hutan (PMPH) Muria. Selain itu ada juga puluhan petani Desa Menawan.

Sekretaris Karang Taruna Wira Bhakti, Olga Yogantara menyebutkan, perbukitan Tapakan menjadi kawasan yang mengalami kebakaran terparah. Dari 25 hektare lahan, 15 hingga 20 hektare merupakan lahan produktif milik petani.

“Penghijauan kembali alam Muria ini menjadi niat sudah lama. Karena kami menunggu musim hujan. Akhirnya baru dilaksanakan sekarang. Karena di sini akses air susah, jadi harus menunggu hujan,” ujarnya.

Sebanyak 60 petani masing-masing mendapat 3 bibit tanaman durian, 1 alpukat  5 petai, 4 jenglol, 7 balsa dan 1 jambu biji. Olga menambahkan, ini merupakan bantuan tanaman tahap pertama. Rencananya, akan ada tiga tahap penghijauan.

“Karena pada 2024 nanti prediksi el nino masih berlanjut. Maka kami selalu lakukan monitoring tiga bulan sekali. Kami berharap ke depan tidak terjadi kebakaran lagi dan semakin banyak masyaraat yang ikut menghijaukan Muria,” ungkapnya.

Sementara itu, YKAN Wilayah Muria, Arif Dwi Cahyono, mengungkapkan rasa senangnya jika masyarakat semakin aktif untuk melakukan penghijauan. Inisiatif terhadap penggantian tanaman imbas kebakaran terhadap tanaman baru ini selalu didorong dengan pencarian akses bibit.

“Area rehabilitasi akibat kebakaran kemarin ini lumayan luas. Maka kami selalu mendorong da mencarikan link kepada pemerintah terkait ketersediaan bibit,” ujarnya.

Ia mengimbau agar masyarakat tidak menanam tanaman musiman di lereng perbukitan. Sebab hal itu akan berakibat fatal pada kelestarian alam. Selain merusak unsur hara tanah, juga dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor.

“Lereng gunung dan bukit berfungsi sebagai daerah resapan air. Karena sifat tanaman semusim tidak dapat menahan air dalam tanah. Dikhawatirkan saat musim hujan air akan mengguyur dan menggerus tanah lereng,” tandasnya.

Tak hanya berhenti di situ, lanjut Arif, selain longsor, tanah yang tergerus terbawa hingga ke sungai dan mengendap di dasar sungai. Yang pada akhirnya menimbulkan sendimentasi

“Sungai jadi dangkal, kapasitas tampung berkurang. Sehingga saat hujan turun deras, air meluap dan menimbulkan banjir. Kerusakan terjadi dari hulu yang longsor dan hilir yang banjir,” tegasnya.

Ia berharap, komunikasi dan realisasi menjag hutan muria selalu terbangun dari berbagai pihak. Termasuk inisiatif penghijauan kembali yang dilakukan oleh petani maupun masyarakat lainnya.

“Harapannya inisiatif masyarakat terhadap pergantian tanaman mati semakin luas. Dengan mengganti tanaman yang lebih kuat dan memiliki nilai produktif bisa menjaga lingkungan dan tidak memberhentikan produktivitas petani,” harapnya. (cr1/fat)

sumber : https://joglojateng.com/2024/02/27/tanam-1-600-bibit-untuk-rehabilitasi-hutan/

Comments

Popular Posts